Australia, salah satu negara yang sejak dulu ingin saya kunjungi. Dengan segala pesonanya, negeri ini menjadi incaran para wisatawan di seluruh dunia.
Setelah sekian lama merantau, akhirnya impian itu terwujud. Tiba kesempatan saya untuk mengunjungi bahkan tinggal untuk di Negeri Kanguru tersebut.
Satu per satu pakaian telah saya masukkan kedalam travel bag. Kami bersiap berangkat menuju Newcastle, Australia, untuk keperluan studi sang istri tercinta; mengikuti salah satu pelatihan di kota kecil tersebut. saya pikir ini kesempatan yang jarang saya dapatkan, dan tidak boleh dilewatkan. Naluri petualang saya langsung bergejolak, hingga saya rela meminta izin dari pekerjaan saya, meskipun mendapat izin tanpa bayaran sekalipun.
Kami berangkat sekitar pukul 6 pagi waktu Adelaide, dan tiba di Sydney pukul 8.25 pagi waktu setempat. Karena perbedsan waktu antara Sydney dan Adelaide berbeda 1 jam, maka kami pun harus menyesuaikan jam kami dengan waktu setempat. Berangkat keesokan harinya dengan menggunakan maskapai penerbangan ‘Virgin Australia’ dari Adelaide menuju Sydney, kami akan menempuh perjalanan sekitar 3 jam dengan menggunakan kereta api antar kota yang bernama ‘interlink’.
Setiba di Sydney kami masih memiliki banyak waktu untuk berangkat menuju Newcastle. Maka kami pun tidak membuang waktu untuk segera berkeliling di Sydney untuk melihat tuiuan wisata mereka yang terkenal diantaranya ‘Sydney Opera House’ (disingkat SOP untuk selanjutnya), “Sydney Harbour Bridge” dan Museum lilin Madame Tussaud. Perjalanan dari bandara menuju opera house bisa ditempuh melalui sarana transportasi umum diantaranya kereta api, dimana kami harus membayar AUD 16 untuk menuju Opera House yang berada sekitar 15 menit dari bandara.
Ini merupakan pengalaman pertama kami di Sydney. Alhasil, kami pun harus sering bertanya dan melihat peta agar tidak tersesat. sebagai informasi, biaya hidup di Sydney terbilang relatif cukup mahal bila dibandingkan dengan biaya hidup kami di tempat lain, terutama di South Australia.
SOP terletak di dekat daerah pusat kota Sydney yang bernama ‘Circular Quay’. Daerah tersebut merupakan daerah wisata yang terletak di kawasan dermaga kota. Di daerah sana terdapat objek wisata lain yang salah satunya disebut ‘Sydney Harbour Bridge’.
Cuaca pada waktu kami tiba bisa dikatakan panas sehingga tidak jarang kami sering merasa kehausan karena kami harus berjalan keliling ‘bay area’ yang lumayan luas. Tidak melewatkan kesempatan, kami segera berfoto untuk kenang-kenangan setelah tiba di Sydney Opera House.
Tidak jauh dari lokasi itu, terdapat juga objek wisata Museum “Madame Tussaud”. Museum “Madame Tussaud” merupakan museum patung lilin para tokoh dan aktor yang terkenal. Uniknya, patung-patung yang dipamerkan bentuknya sangatlah mirip dengan aslinya, sehingga kita bisa berfoto dengan patung tersebut, seolah kita sedang berdampingan dengan objek seungguhan. Tentunya, setiap museum di kota lain memiliki karakter yang berbeda. Sehingga saya tidak pernah bosan untuk mengunjungi semua Museum “Madame Tussaud” yang berada di kota lain.
Cukup berjalan kaki dari Sydney Opera House, kami sampai di Museum tersebut dalam waktu kurang lebih 20 menit. Dengan membayar tiket masuk sebesar 55 AUD per orang, setara kurang lebih 530 ribu rupiah, kami segera memasuki area museum.

Setelah puas kami berkeliling akhirnya tidak lupa kami mampir sejenak untuk menikmati makan siang. Smartphone pun segera saya gunakan untuk melihat peta dimana restoran yang menyajikan masakan khas Indonesia, karena dirasa kami sudah lama ingin mencicipi aroma khas makanan tradisional yang dibilang cukup populer di Australia, dan beberapa rekan menyebut Sydney merupakan pilihan tepat..
Akhirnya kami pilih Restoran Padang ‘Putra Buyung’ yang berada di distrik ‘Anzac Parade’. Beruntung rasanya saya memiliki ‘smartphone’ yang saya gunakan sekarang. Selain praktis, fungsinya sangat beragam dan akurat dalam membaca peta (maaf bukan promosi nih). Entah bagaimana nasib saya disini tanpa dibantu alat ini, mungkin saya sudah sering tersesat.
Akhirnya kami memutuskan untuk menumpang bis guna menuju restoran yang telah kami rencanakan. Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit akhirnya kami tiba dan tidak begitu sulit bagi kami untuk menemukan restoran tersetbut. Dari luar, restoran tampak normal seperti toko restoran lainnya di distrik tersebut. Sedikit ornamen gambar rumah khas minang menarik perhatian kami, sehingga mudah dikenali.
Rasa dan masakan yang disajikan oleh restoran tersebut dirasa pas dan sesuai dengan apa yang kami rasakan ketika menikmati masakan khas Minang di Indonesia, layak direkomendasikan bagi saya.
Areal restoran berada di distrik yang cukup sibuk, sehingga tidak heran bila banyak pengunjung yang datang ke restoran itu, terutama orang Indonesia. Sepertinya memang restoran ini sudah dikenal luas oleh para penduduk lokal. Setelah puas menikmati hidangan khas Minang, kami pun segera memutuskan untuk mengunjungi Pasar tradisional yang sangat terkenal di Sydney, bernama “Paddy’s Market”.