Nikmatnya Domba Guling Khas Australia

“Gurih dan Empuk”. Begitu kira-kira ucapan dari mulut saya ketika pertamakali mencoba salah satu makanan khas Australia, Lamb Spit’, begitu orang-orang disini menyebutnya.

Lamb spit merupakan makanan yang berbahan dasar Domba muda yang berukuran sedang, kira-kira berumur 1 sampai 1.5 tahun, dan dimasak secara utuh. Kalau di Indonesia, boleh kita samakan dengan Kambing guling. Hanya bedanya, Domba disini berukuran agak gemuk, dan lebih cenderung mengandug lemak.

Saat itu saya kebetulan diundang oleh teman dekat saya, Pak Gede, dalam sebuah acara ramah tamah serta silaturahmi bersama rekan lain yang kebetulan juga tergabung bersama dalam sebuah kelompok musik Indonesia di Adelaide, South Australia. Memang bagi kebanyakan orang disini, biasanya menu Lamb spit menjadi pilihan utama dalam acara perjamuan atau ulang tahun yang sifatnya besar.

SAMSUNG 2988
Tony, sahabat saya, sedang menyantap lamb spit.

Lokasi acara kebetulan berada diluar kota Adelaide, di Lobethal tepatnya. Sebuah desa kecil nan indah, dikelilingi oleh bukit dan kebun anggur. Udara disana dingin dan sering berkabut ketika pagi tiba, cocok untuk secangkir kopi hangat ketika sarapan.

Acara berlangsung mulai pukul 12 siang, bertepatan dengan waktu makan siang. Dibutuhkan waktu sekitar 45 menit berkendara dari Adelaide ke Lobethal, maka saya beserta istri tidak menyia-nyiakan waktu untuk segera berangkat secepatnya.

Ketika sampai disana, tampak beberapa teman sudah hadir, kami pun beramah tamah dengan para undangan, dan mata saya tentu saja tertuju kepada suatu objek: sebuah tumpukan batu bara menyala, nampak diatasnya seekor domba utuh yang ditusuk kedalam sebuah tombak besi yang disimpan melintang diatas bara. Itulah lamb spit yang saya nantikan.

biasanya, sebelum dibakar, domba diberi bumbu terlebih dahulu. Banyak bermacam cara memberi bumbu pada domba ini sebelum dibakar, tapi khusus bagi Pak Gede, yang telah lama tinggal di Australia dan gemar memasak beserta istri, beliau menggunakan resep khusus.

SAMSUNG 1963
Ukuran domba di Australia bisa seukuran orang dewasa besarnya!

Selama satu malam, domba utuh direndam dalam ramuan khusus yang terdiri dari garam, gula, anggur merah, rosemarry, bawang putih dan oyster sauce. Setelah bumbu meresap, baru domba utuh ditusuk kedalam tombak besi yang nantinya disimpan melintang diatas batu bara.

Domba dimasak selama kurang lebih 3 jam hingga meresap masak kedalam. Adapun tanda daging domba sudah matang, biasanya daging berwarna kecoklatan muda. Usahakan jangan dimasak terlau kering atau matang, karena akan kehilangan sari rasa nya yang khas. Domba Australia memang terkenal akan kenikmatannya ketika dimasak setengah matang, dan dagingnya masih berwarna agak kemerahan. Tampak asing memang memakan daging agak setengah matang, tetapi memang disitulah kelezatannya, silahkan anda coba sendiri bila tidak percaya.

Ketika sudah matang, lamb spit siap disantap dengan cara diiris, biasanya dipadukan dengan kentang bakar, atau ‘mash potatoes’. Kentang bakar? ya, cara memasaknua mudah. Kentang ini cukup dibungkus dengan aluminiun foil, dan disimpan didalam bara api selama mungkin. Meskipun dibakar, kentang ini tidak akan hangus dalamnya, karena terlindungi oleh aluminium foil. Malah sebaliknya, kentang ini terasa lembut didalam.

SAMSUNG 3036Oh ya, dalam penyajiannya, lamb spit dipadu dengan kentang bakar, lettuce, irisan bawang bombay, irisan wortel, dan kacang polong yang direbus. Jangan lupa siram sedikit saus khusus yang biasa disebut gravy dalam istilah inggrisnya.

Kamu bisa mencobanya di Indonesia, dengan bahan berbeda tentunya. Kita bisa gunakan kambing sebagai bahan utamanya.

Selamat mencoba!

“THE PREATURES”, Group Music iconic asal Sydney, Australia.

— Profil —

“The Preatures” merilis album pertama meraka pada bulan September 2015, dengan judul Album “Blue Planet Eyes”. Satu tahun sebelumnya, group ini menembus pasar Internasional dengan single ‘Is This How You Feel?.’ Sebagai prestasinya, 5 orang yang berasal dari Sydney ini menghabiskan waktunya untuk melakukan perjalanan tur di Eropa, Amerika dan Inggris.

Syukurlah mereka tidak lupa akan asal usul mereka, dan akhir bulan ini mereka akan melakukan Tur Australia secara menyeluruh. Album Blue Planet Eyes dilatarbelakangi oleh pengalaman individu dan dikemas secara unik. Dalam setiap pertunjukannya, band ini selalu dihadiri oleh para penggemar The Beattles pada umumnya, entah mengapa demikian.

Tapi, para penikmat musik serta fans di Australia tampaknya menghargai hasil karya mereka, dan mereka bangga akan keberhasilan grup ini melanglangbuana ke luar negeri. Bagi grup ini, semua hasil kerja keras dan prestasi yang dicapai, tidaklah berarti bila mereka tidak menampilkan karyanya sendiri bagi orang-orang yang menikmati musik.

seperti diucapkan sang gitaris Jack Moffitt, dalam membawakan Lagu ‘Is this How You Feel?.’ suasana hampir tampak seperti sekelompok orang disekitar kita, dimana mereka tidak tahu siapa kita, tetapi mereka tahu akan lagu tersebut ketika mereka datang melihat pertunjukan kami.

“Kami sangat bersyukur melihat kenyataan bahwa masyarakat antusias menerima musik mereka. Kami merasa senang akan hal itu, dan kami pun sadar bahwa kami memiliki hal lain yang sungguh berbeda.”

Dalam demo mereka tahun 2011, mereka bereksperimen dengan berbagai jenis sub-genre yang berbeda, dari alternatif -country, hingga classic rock dan glam pop. Dan diantara single dan albumnya, terjadi perubahan atmosfir sound dari instrumen mereka. Semua itu dilakukan dalam rangka mencari dan menjaga identitas mereka sebagai sebuah grup band. Dan itulah prinsip dibentuknya band ini menurut mereka. Dan pastinya, perubahan itu akan terus terjadi bagi mereka.

Mereka berharap bahwasanya mereka bisa sedikit santai ketika memproses album kedua nanti. Banyak energi terkuras ketika melakukan perekaman Album Blue Planet Eyes ini. membutuhkan total waktu 6 minggu untuk perekaman/tracking, 2 minggu untuk overdub, dan sisanya untuk proses mixing dan mastering.

Terlebih, band ini diproduseri oleh para personelnya sendiri, Sang Gitaris Jack Moffit bersama Izzy Manfredi (vocals), merangkap co-writer dan co-produser, bekerjasama dengan Gideon Bensen (Rythm guitar/vocal).

20 Tahun Perayaan Band ‘Tumbleweed’

Tumbleweed mengumumkan konser mereka yang bertajuk ‘SuperGalactaphonic 20’, dalam rangka merayakan 20 tahun dirilisnya album sensasional mereka yang berjudul Galactaphonic. Peluncuran album Galactaphonic melebarkan nama Tumbleweed di seluruh pelosok Australia.

Menduduki peringkat 50 teratas di ARIA music chart selama 6 minggu, disebut-sebut sebagai salah satu album yang paling disukai semasa era tahun 1995 dan masuk nominasi dalam kategori Album ‘ Adult Alternative group’ terbaik. Band ini dibentuk pada tahun 1990 di Tarrawana, Australia.

Band ini awalanya beranggotakan Jason Curley (bass), sang kakak Lenny Curley (gitar), Paul Hausmeister (gitar), Richard Lewis (vokal) dan Steve O’Brien (drums).

Sekarang, setelah 20 tahun berselang, album tersebut akan dirilis kembali, serta diikuti oleh tur Australia. Dalam album tersebut akan disertakan 13 lagu termasuk tambahan beberapa lagu baru, 9 lagu yang belum sempat dirilis, 9 EP tracks, 5 kaset rekaman, dan versi lain dari lagu ‘Hang Around’, ‘Gynoscope’ dan ‘Round The Bend’ diantaranya.

Rilis album akan menandakan peluncuran pertamakalinya dalam bentuk piringan hitam (EP). Setelah meninggalnya bassist Jason (Jay) di tahun 2014, Tumbleweed kembali dengan emosi dan power yang lebih dahsyat, guna memuaskan dahaga para penikmat musik Tumbleweed.

ART OF SLEEPING, Sebuah kemapanan akan Kesedihan

Band Indie ini berasal dari Brisbane, Queensland, Australia. Performanya yang apik dan gaya bermusik mereka yang cenderung ‘anti-mainstream’, membawakan lagu dengan lirik yang lugas, membuat saya berpikir akan kemungkinan mereka menjadi band yang pantas diperhitungkan di Australia.

Dan prediksi saya benar, debut pertama mereka yang bertajuk “Shake Shiver”, dirilis pada tanggal 14 Mei 2015.

Pertamakali saya mengetahui band ini, ketika mereka beraksi di Queensland dalam sebuah acara “Falls Music and Art Festival”, Lorne, Byron Bay, Tasmania, Australi. Ketika itu mereka tampil bersama beberapa group musik lainnya dari berbagai pelosok Australia. Dari segi penampilan atau gaya, mereka biasa saja, Namum ketika melihat gaya musik mereka, dengan alur ‘chord’ yang unik, saya sedikit teringat akan beberapa musisi dan grup musik yang memiliki gaya khas seperti ini, seperti “My Vitriol”, “Bjork” atau bahkan”Pure Saturday” (Band Indie asal Bandung, Indonesia).

Digawangi oleh Caleb Hodges (Vocals/Guitar), Jean Paul Malengret (Drums), Jarryd Shuker (Keyboards), Patrick Silver (Guitar), Francois Malengret (Bass), mereka berkumpul sejak lama, di sebuah garasi mobil di Queensland, Australia. Karir mereka terus berlanjut ketika Universal Music Australia mengontrak mereka untk durasi beberapa Album, sebuah prestasi yang luar biasa.

Beberapa kalangan musisi di Australia memprediksi bahwa mereka akan sejajar dengan band-band mapan Australia yang telah lebih dulu berhasil menembus dunia musik Internasional seperti: Boy&Bear, Angus & Julia Stone, Something For Kate, Kite String Tangle, The Paper Kites, Matt Corby dan Big Scary.

Album “Shake Shiver” sedikit bernuansa gelap, sedikit menggambarkan sosok individu yang cenderung extrovert, tapi sedikit bertolak belakang didalamnya, dan melibatkan” ketidaknyamanan” yang berkesinambungan, Uniknya, meski demikian lagu-lagu yang dibawakan mudah didengar. Mereka mengemas musik dalam dimensi yang berbeda. Perpaduan beberapa Instrument, Synthesizer unik, sound gitar yang ‘vintage’ ditambah suara Caleb yang khas, memberikan nuansa tersendiri yang mudah dicerna oleh pendengar.

Kini, mereka sedang melakukan beberapa tour di Australia bersama grup “Jungle Giants”, dan akan menjalani Tour album mereka dalam beberapa bulan mendatang.

“Crazy”, by Art Of Sleeping

berriroquai

ARE METAL FANS THE HAPPIEST?

Are metal fans happier and more well-adjusted than those of other genres? A report in Self And Identity journal, titled ‘The Life Experiences ANd Mid-Life Functioning Of 1980’s Heavy Metal Groupies, Musicians and Fans’ makes this claim.

It admits “metal enthusiasts did often experience traumatic and risky ‘sex, drugs, and rock and-roll’ lives”, generally “the metalhead identity also served as a protective factor against negative outcomes. Social support is a crucial protective factor for troubled youth.

Fans and musicians alike felt a kinship in the metal community, and a way to experience heightened emotions with like-minded people.

Earlier University of Queensland research suggested that metal and punk music could have a positive effect on a listener by diluting their anger.

Source: Mixdown

43% OF AUSSIE INTERNET USERS DOWNLOAD ILLEGALLY

A study commissioned by the Federal Government found that between March and May 2015, 43% of Australians who access the internet downloaded pirated material.

This amounted to 254 milliln of music tracks, 95 million movies, 82 million television programs and 9 million video games. of the 2630 Australians surveyed who admitted to accessing pirated content, 48% pirtaed for ovies, 37% for music, 33% TV programs and 22% for video games.

Only 21% said will stop if they got a warning from their ISP’s, leading consumer rights group Choice to point out that the upcoming ‘three strikes’ law is pointless.

In other findings, 39% would stop if content was cheaper, 38% if more content was available, and 38% if these were available in Australia at the same time they were released overseas.

The study also proved what the digital industry has been saying: that Australian infringers consumed a mix of legal and illegal content to test what to buy in the future, and that during March to May, tended to spend more on content than those who only bought legally.

“iBand”, The Sounds of Indonesia-Australia Harmony in Adelaide

So many stories we can tell about this group. So many ideas will flow when we watch this group performing. Everyone’s welcome to join and share their ideas through this group. Afterall, the idea has come from simple sparks, and then, magic happened.

(Adelaide, South Australia). Beginning in a small Indonesian Community gathering in Adelaide, South Australia, some members of the group started doing a jamming at dinner, gathering or small party. And the idea of uniting group of music has become more seriously attended.

It was the Indofest in 2011 has made up Arif Febrianto, one of the co-founder, together with Erick Haryadi, Harry Dermawan, Stephanie, Mirza Aryadi and Irene McCormack, to uniting and forming a local Indonesia-Australia Music Association and community, or group we could say in normal terms.

The very first iBand Formation (From Left to right: Harry Dermawan, Arief Febrianto, Erick Haryadi, Mirza Ariadi, Irene McCormack and Stephanie)

Their goal is to perform and share the idea of happines with passion in Music, nevertheless.

SAMSUNG 2887

Ready to perform for 2013 Indofest.

Supported by many talented musicians, such as Eric Haryadi and Irene McCormack on Lead Vocals, Arief Febrianto on Drums, Joe Arpin on Bass, Mirza Aryadi on Guitar and Syafii Achmad on Percussion, as the core members of this group, together they’re synchronized their visions about the growth of Indonesian music and cultures in Adelaide.

At the ‘Indofest 2015’ backstage

Their backgrounds doesn’t seem affected their spirits in music too much. Doctors, accountants, welders, engineers, chef, butcher, and students are their some specialties and activities during lives. Amazingly, the magic happened when they’re jamming, and the music occurs. “In other words, just forget about all the backgrounds, and you will be in heaven” Berry said. Their aspirations never be ended, as they has their own house studio. Located on Kensington Road in one of Adelaide suburb, they’re practicing and share the idea about Indonesian Music, regularly.

image

None the less, after performing on many Indonesian Community events, the group idea and vision has growth rapidly and intensed. As time goes by, the group has been well known in Indonesian Community ever since. The passion and fun has getting more interested, and focused, after the group has ‘reborn’ the commitment to their visions and goals.

Now, their passion is to share the endless uniquely of Indonesian Music and Cultures with people of Adelaide. Not just Indonesian music, now they’re trying to capture every aspects of Australian and Indonesian music-cultures, in one vision.

“iBand” has been collaborated and involved many local Adelaide musician during their journey. “JC Live entertainment”, Darius Kooth, Micheal Bennet, Yezkee, Farida, Gideon & Elita, Andy Asiandi, has joined and shared their passion with this group, in order to keep the concept of simplicity, freedom and authenticity of Indonesian-Australian Identity in Adelaide music cultures has never been replaced ever since.

fb_img_1473372326816

iBand performing at ‘2012 Indopendence Day Celebration’ at Dom Polski, Adelaide, South Australia (Erick, Joe, Syafi’i)

Now, the group involved many talented Indonesian musician whose lived in Adelaide and surrounded area, from residents to students, from any aspects of backgrounds of cultures and nations.
As the time goes by, the group form has a bit changed in their personnel as Erick left Adelaide for family business in Indonesia.

At presents, with surrounded by talented musician such as Irene McCormack (Vocals), Ricardo Simatupang (Vocals), Jeremy Mooy (Vocals), Ovie Harnando (Vocals), Arief Febrianto (drums, bass, Manager), Azwar (Guitar), Mirza (Guitar), Joe (Bass), Syafii (Percussion), Daniel Darmawan on Drums, Berry (Piano/Keyboards), and also Dodi Darmadi on ‘Kendang’ (=Indonesian traditional percussion) as additional musician, the group still exists and become one of the icon of Indonesian music community in Adelaide, South Australia.

on “Nexus Indonight 2016” performances. (Photo: Iyan Suryansah)

Such a marvelous things to have an experiences with this group. Adelaide should feel very lucky to have them, in order to give more varieties, value added and color for Adelaide music and cultures, as Australia in general, and specially South Australia, as one of the biggest states with various mix of cultures, social and religions.

SAMSUNG 2870

iBand during performing in 2013 on Indofest of Adelaide. From left to right: Ricardo Simatupang, Joe, Dodi Darmadi, Michael Bennet, Syafii, Yeski, Carly, Barry Luqman, and Farida.

Recently, they’re one of the regular participants of the Indonesian Festival on Adelaide, which held on every september on every year.

With a such of various genres of their styles of play and rythms; from Dangdut, Jazz, Keroncong, Folks, Rock and Blues, and with many talented musicians has joined such as Bobby Tangkonda, Echy Bengu, Kiky Magdalena, Arioma Bachtiar, Toto Sudibyo, and Albertus Aryo, along together their talent has been raised a bar in definition of Indonesian music and dance in Adelaide.

IMG_20131017_211158
Ready to perform for 2013 Indofest.

fb_img_1473623945506
iBand Collaborating with other talented artists in “Nexus Indonight 2016”.

NESIA, “Yang Kutemukan” dalam bermusik

Profil Group.

“Berawal dari kisah lama, gue dapatkan ilham bermusik dan lirik lagu dari sepenggal kisah kehidupan gue”. Begitulah kira-kira apa yang pernah diucapkan oleh Fajar A.K.A Ujer, salah seorang pendiri Group musik asal Bandung ini.

Sudah lama Ujer menulis beberapa lagu sejak ia duduk di bangku SMUN 20 Bandung. Awalnya, ia tidak begitu antusias atau terpikir akan karir musiknya akan terus berjalan hingga ia duduk di bangku kuliah.

Sebagai anak musik, ditambah dengan Apip sang bassist, Berry (keyboard) dan Rama sang Drummer dalam satu sekolah, tidak sulit baginya untuk membangun jaringan bersama teman dari jurusan lain.

Mulailah ia berkumpul bersama teman sekolahnya, membicarakan ide tentang kelompok musik yang mengusung warna lain dari musik yang telah ada saat itu. Terbentuklah “Nesia”, dengan single pertama yang dirilis dengan judul “Angkatan ’95”. Judul lagu diambil berdasarkan tema yang diusung tentang alumni sekolah yang lulus tahun itu, dan kebanyakan personel mereka merupakan alumnus SMUN 20 Bandung tahun 1995.

Beranggotakan awal Ujer (Guitar/Vocal), Arif “Aik” (Guitar), Rama (Drums), Apip (Bass), dan Berry (Keyboard), mereka berupaya mengapresiasikan musikalitas mereka di Kota Bandung. Berlokasi di ‘M-Three’ studio yang dikelola oleh Umar di Sekeloa, Bandung, mereka merekam materi lagu dan merekam beberapa materi lain yang dirasa berpotensi untuk berkembang.

Sempat beberapa kali berganti personel, tidak menyurutkan kekompakan mereka dalam bermusik. Kedewasaan setiap individu sepertinya merupakan kunci utama dalam kematangan Group ini, Sebut Saja Lucky (Govinda), Uep, Widi Pratama, pernah mengisi personel grup ini.

Selang waktu berlanjut, Yoga “Gayo’ ditunjuk sebagai Road Manager, dimana ditangannya-lah group ini mulai bergerak menuju impian para musisi, yaitu Rekaman dengan Major Label, pada tahun 2000.

Adalah Universal Music Indonesia, yang tertarik dengan sepak terjang group ini. Entah bagaimana awalnya, mereka bisa mendengar tentang kelompok anak muda ini. Dan akhirnya mengontak Nesia untuk datang ke kantornya di Jakarta. Sempat berdiskusi dengan Baron Suprayogi (GiGi), Andi Bayou (Bayou Band), mereka bersedia membantu Nesia dalam pembuatan Album perdana.

Berikut beberapa lagu yang sempat mereka tulis:

Nesia – Ingin Tak Mungkin

Nesia – Bicaralah

Namun sayang, impian ini harus kandas ditengah jalan, dikarenakan idealis group yang berseberangan dengan keinginan perusahaan rekaman. Tapi, karena memang pada dasarnya group ini dibentuk untuk berkecimpung di dunia musik indie label, jadi mereka tidak begitu ambil pusing. Ini bukanlah akhir segalanya bagi mereka.

Mengapa Indie Label? “karena dalam komunitas indie, keinginan dan idealisme kami tidak bisa dikekang dan diperintah oleh keinginan pasar. Biarlah kami ber-ekpresi berdasarkan intuisi kami, bukan berdasar kepada keuntungan materi dan popularitas” begitu kata Ujer.

Membahas materi lagu.
Yoga “Gayo”, sang Manager

Hingga sekarang, Nesia masih berkreasi dan berekspresi demi menyuarakan

aspirasi mereka akan bermusik. Album “Yang Kutemukan” berhasil dirilis melalui indie record, dimana album mereka sempat beredar dikalangan penikmat musik kota Bandung.

Iwenk, Uep & Aik

Kegiatan Nesia yang sedikit terhambat dikarenakan Sang vokalis yang kini bermukim di Kanada, eksistensi personel lain yang masih aktif di dunia musik Tanah air, ditambah Keyboardist yang saat ini bermukim di Australia, terus berkomunikasi guna mempertahankan kebersamaan mereka, dan melanjutkan hasrat mereka dalam bermusik.

Bravo, Nesia! Lanjutkan impianmu.

Oleh; berriroquai

“Seven Lonely Days”, Sounds of “Rock & Alternatif” Group from Bandung, Indonesia.

Comes from the same background and hobby in music during High School in Bandung, West Java, Indonesia, they decide to be involved in a bigger music projects.

They wants to express their passion and soul in music. Play Music with freedom, spirit and interests, are their goals.

SLD, in the beginning

Formed in 1993, the group cames from many different backgrounds and talents. Most of The personnel graduated from two different High School in Bandung, West Java, Indonesia; which are 22 High School and 20 High School.

Formerly, in 1993 they’ve chosen “D’nd” as their group name. They performed many songs in Top-40 charts as they were really popular during the era. Composed by such a local talented young musicians, Hadi (Vocals), Dea (Vocals), Diah ‘Chilox’ (Vocal), Pandu (Drums), Tommy (Bass), Tono (Guitar), And Berry (Keyboard).

After all, time has changed and they decided to change the name as some of personnel doing other stuffs. and they mainly called “The Flow”. Many times the band has been performed and created their own fans during their perform. The bands plays many various world wide famous band such as U2, Pearl Jam, The Cure, Ugly Kid Joe, Creed, even Rancid. “What an flawless results and tremendous performance we’ve ever seen”, peoples said during their performances.

“The Flow”, has been founded by Delly (Vocal), Tono (Guitar), Tommy (Bass), Iwenk (Drum), and Berry (Keyboard). They’re exist to appreciate and ‘co-agullate’ their passion in music, as usual.

Based in local, generous location called Buah Batu, West Java, Indonesia, their collaborate and gathered on every weekend, or after school time, just to maintain their connectivity in musicality, smaall jamming and share their minds.

“We play music for passion, not for money” Tono commented. “That’s why we could say we’re not picky about the events, budgets or venues”.
“We performed for free, or getting paid, doesn’t matter, only the music matters are really surround us, and make us stay together” Berry added.

As time goes by, the group has been stranded and stop their activities for a quiet long time. Some of the personnel are gone, and the new warrior has come. Such a talented musician like Arief “Aik” (Guitar/NEsia), Web (Drum/Nesia), Koak (Guitar/Irish), are stands for this group for quiet some times. Finally, after several years, on 2015 they’ve decided to changed the group name to “Seven Lonely Days”, or “SLD”.

Basically, SLD are united to answers the curiosity for ’90s era of music industries. During 2000’s era, the music industries has changed and many former of music enthusiasts in Bandung City are being disappoint with current music genre in 2013 after.

And the response are approved as they’re expected. They’ve got contracts from many pubs, cafes and events organization. Out of minds, they’ve created their own fans, because of their originality and rareness.
Since then, the group has been existed on many events, with their new personnel: Delly (Vocal), Jessy (Guitar), Tommy (Bass), Bento (Bass), and Iwenk (Drums).

VIDEO:

SLD on performance

Until now, The SLD still exist and express their passion, in order to give a new options and color to Indonesian Music industry, above and beyond. Now they’re in process and create a new single, which has defined and supported by local community, to fight the mainstreams music industry that has been changed and dying.

During the recording process in 2004
The Flow, in 1995
SLD on performance, in 2011

 

Batam Island, The Hidden character of Indonesia.

DSCN1276

Kota Batam, merupakan bagian dari provinsi Kepulauan Riau, dimana Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun termasuk didalamnya juga.

Pada awalnya, kepulauan ini merupakan proyek percontohan penerintah sebagai “role model” pembangunan kepualuan di Indonesia nantinya.

Tidak heran, bila Batam tidak memiliki suku asli. Kebanyakan dari mereka adalah pendatang dari berbagai etnis;

Berlokasi hanya setengah jam dari singapura dengan mengendarai kapal Feri, aroma Singapura tentunya sedikit terasa bagi saya, terutama bila anda datang ke Batam pada akhir pekan. Banyak turis melancong dari Singapura menuju Batam pada akhir pekan. Saya sering berbincang dengan para pelancong, menanyakan maksud kedatangan mereka, pada umumnya mereka menjawab ” Foods and shopping”.

Betul sekali, bila anda berkunjung ke Batam, keindahan panorama serta makanan khas dari berbagai daerah di nusantara maupun luar negeri sangat mengundang selera anda. Jangan lupakan kunjungan anda ke distrik Nagoya, bila anda ingin berbelanja tas, pakaian atau sekedar berbagi oleh-oleh.

Tidak hanya itu, Batam dipenuhi oleh berbagai suku dari berbagai budaya, sehingga kurang pas rasanya bila anda tidak menikmati santapan khas Pulau Batam yang saya rasa sangat lezat, kaya rasa serta bervariasi jenisnya.

Dari mulai masakan khas Nusantara seperti Masakan Padang, Masakan Manado, Masakan khas Batak dan Tapanuli, Masakan Medan dan Betawi, sampai masakan Khas negeri Gujarat, India ada disini. Semua akhirnya bergantung kepada kemampuan perut anda untuk menampungnya. Dan yang paling penting, rasa masakan disini otentik dan murah. Rasanya Otentik, karena dimasak oleh ahli masak yang datang labgsung dari daerah makanan itu berasal. Tidak ada sedikit bumbu pun yang dikurangi.

Berikut ini salah satu jenis makanan dan lokasi tempat makan yang wajib anda coba dan kunjungi di Batam:

1. Siput Gonggong.

image

Siput gonggong mentah

Merupakan jenis makanan khas Batam yang tidak akan anda jumpai selain disini. Berbentuk seperti layaknya siput, berwarna putih dan hidup di dasar laut jernih. Siput ini biasa dimasak dengan cara direbus dengan air garam dan dicampur sedikit bawang putih.

Dihidangkan bersama saus sambal, cabe rawit dan kecap asin, sungguh merupakan sensasi tersendiri bagi saya. Kebanyakan orang menikmati sajian ini dengan minuman bir dingin. Nikmatnya sungguh terasa.

Lokasi: Foodcourt ‘Lovely’ Desi Mall, Foodcourt ‘A1’ Jodoh.

2. Mie Pangsit

image

Penampilannya seperti Mie kering khas cina, dengan bumbu dan rempah khusus, merupakan ciri tersendiri dari mie ini. Dihidangkan dengan semangkuk kuah dan baso ikan, mie ini cocok dinikmati pada pagi hari sebagai sarapan. Mengapa saya menyebutnya “Mie Piayu”? karena resto mie ini terletak di tempat jajan Pasar Tradisional Tanjung Piayu.
Bagi saya, cita rasa mie ini lengkap. mulai dari aroma minyak ikan yang khas, dipadu dengan kelembutan mie nya yang terasa menyatu dengan aroma taburan ayam.

Lokasi: Tanjung Piayu.

3. Sup Ikan Batam.

Kuahnya bening, terasa betul rasa kaldu ikannya. Bahan utama sup ini terbuat dari ikan tenggiri, dan tentu saja di Pulau Batam ini, jenis ikan laut seperti ini banyak dijumpai. Dipadukan dengan baso ikan buatan sendiri, dan bisa anda santap dengan nasi dan Jus Naga, akan membuat anda ketagihan untuk terus menikmatinya.
Lokasi: Pasar Nagoya, Pasar Aviari.

4. Ketupat Padang Bengkong.

Pertama, tidak banyak hal istimewa bila melihat tempat uda ini berjualan. Hanya sedikit tulisan dan gerobak sederhana didepannya. Setelah anda mencicipi Ketupat ini, anda akan mengerti kenapa warung ini penuh setiap paginya.

Adalah kuah karinya yang khas, yang membuat anda menyukai masakan ini. Rasanya gurih, pedas, dan sedikit terasa manis, namun tidak terasa asin, terasa pas di lidah. Saya sendiri sanggup menghabiskan dua porsi ketupat ini. Bila anda nikmati sebagai sarapan pagi bersama bakwan yang tersedia disana, terasa pas bila disajikan bersama teh pahit khas kepulauan Riau. Pedoooo..rasanya!
Lokasi: Bengkong.

5. Epok-epok.

image

Tampak seperti kue kering yang terbuat dari campuran tepung terigu biasa. Isinya beragam, mulai dari kari ayam, ikan tuna dan talas. Rasanya? hmm, silahkan anda coba sendiri. Karena, bagi saya, ini adalah salah satu kudapan terbaik yang pernah saya coba. Disajikan hangat, dengan harga 2500 rupiah saja per butir, membuat anda ketagihan untuk mencobanya lagi…lagi…dan lagi.

Lokasi: Pasar Penuin.

6. Mie Tarempa’k.

image

Nama mie ini diambil dari Pulau Tarempa, Kepulauan Riau, dimana mie ini berasal. Penyajian mie ini terbagi kedalam 3 macam; basah, lembab dan kering. Mie ini dibuat sendiri, dan menggunakan adonan khusus, sehingga rasanya pun sedikit unik, dan bentuknya agak lain daripada kebanyakan mie lain yang tersedia di pasar.

Ada yang sedikit berbeda dari mie ini. Kuahnya yang berwarna kemerahan, tampak seperti kuah kari padang, namun begitu dicoba, rasanya tidak pedas. Harga satu porsi mie ini berkisar 10 ribu hingga 15 ribu rupiah. Pas bagi kantong anda yang ingin mencicipi hidangan mie dengan cita rasa aduhai.
Lokasi: Batam Center.

7. Nasi Ayam.

Sensasi menu ini sungguh unik. Sedikit berbeda dengan masakan sejenis lainnya, rasa ayam yang disajikan sedikit manis dan teksturnya lembut. Dengan sambal khas yang terasa sedikit asam dan pedas, menu ini layak dicoba bila anda mampir ke Batam.

Lokasi: Pasar Avava

8. Soto Medan Ibu De.
Lokasi: Batam Center

9. Luti Gendang.
Lokasi: Batam Center.

10. Kopi’O.

image

Layaknya kopi hitam biasa. Namun jangan salah, biji kopi nya khusus hanya bisa dijumpai di Kepulauan Riau. Uniknya, cangkir kopinya terbuat dari keramik khusus, dan harus direndam dulu didalam air yang mendidih, sehingga bila anda rasa, cangkir nya pun terasa sedikit panas. Tersedia dalam dua pilihan, yaitu: Kopi hitam dan Kopi susu.

Bisa dijumpai di kedai kopi foodcourt atau pasar Batam pada umumnya.

11. Bubur Ikan.
Bubur ikan khas Hongkong atau Cantonesse. Rasanya gurih dan lezat, tekaturnya lembut namun tidak encer. Dihidangkan bersama phitan atau telur asin, ditambah sedikit cakue atau bawang daun, ketika menyantapnya, rasanya seperti anda belum makan selama sstu bulan! Bisa saya habiskna satu mangkuk setengah, hanya untuk menyantap bubur ini.

Lokasi: Foodcourt Indorasa, Nagoya.

12. Roti Parata.

Merupakan makana khas India. Adonannya murip dengan martabak asin yang sering kita jumpai, hanya sedikit lembut teksturnya. Dimasak dalam sebuah wajan datar, dan digoreng hingga berwarna coklat tua. Roti ini bisa disantap dengan beberapa opsi pendamping. Yang paling populer biasanya disantap dengan kari kambing. Hmmmm..sungguh lezato rasanyo!!

Lokasi: Nagoya.

Keindahan pulau Batam sungguh terasa, ketika dulu tempat itu menjadi daerah otorita, dimana memiliki kewenangan khusus dalam mengatur segala regulasi dan penduduknya.

Saat ini, Batam merupakan salah satu tempat bermukimnya para perusahaan industri asing. Dan kehidupan maritim di kepulauan itu pun masih aktif hingga saat ini.

Bila anda memiliki waktu luang lebih, sempatkan diri anda untuk singgah ke Barelang, sebuah tempat dimana dulunya terdapat bekas kamp pengungsian Vietnam tahun 1960-an.

Bagi saya, tempat ini memiliki aura mistis yang tinggi, agak menyeramkam dan ‘sangit’. Cocok bagi anda yang hobi akan sejarah. Disana terdapat pula Kuil Ibadah umat Budha, yang sampai saat ini masih digunakan.

Lokasi Belanja

Selain makanan, Batam pun dikenal dengan barang barang import yang bisa didapat di ‘pasar seken’.
Disini tidak jarang pula banyak dijumpai pasar-pasar seken yang menjual barang bekas elektronik maupun fashion.

Bagi anda penggemar elektronik dan gadget, Batam merupakan pilihan utama untuk berburu gadget second yang jarang dijumpai di kota lain. Mengapa? Karena Batam merupakan tempat persinggahan barangbdan kargo antar negara. Disinilah kargo-kargo antar negara dibongkar muat.

Tidak heran bila anda beruntung, akan menemukan gadget atau produk elektronik unik yang biasanya dijual di toko dengan kualitas eksport.

Untuk hal ini, pasar Aviari Batu Aji wajib anda singgahi.

Pasar Puja Bahari.

Berlokasi di distrik Nagoya, pasar ini menjual berbagai produk segar dari mulai Ikan, ayam dan sayuran. Setiap subuh, barang yang datang selalu dalam keadaan segar. Pilihan produk yang menjadi komoditas lokal mudah anda temui di kawasan ini.

image

Selain itu, anda berminat ke Singapura, cukup dengan membawa paspor dan mengendarai kapal feri, anda akan tiba disana dalam waktu 30 menit.

Maka tidak heran, bila kualitas barang yang dijual di Batam, pada umumnya hampir mirip dengan barang dijual di Singapura.

Jembatan BarelangLokasi perbelanjaan Nagoya.

Ayo, kita ke Batam!